Game online adalah salah satu product dari perkembangan teknologi. game online pada dasarnya sama dengan game offline atau game biasanya. perbedaannya hanya pada permainannya dan jumlah pemainnya, biasanya game offline tidak menggunakan internet, biasaya lawannya hanya berupa komputer saja atau beberapa teman terbatas, sehingga dapat memicu kebosanan.
Hal ini berbeda sekali dengan game online, didalam permainan game online kita bisa bermain dengan lawan manusia kapan saja, tidak peduli kapanpun itu waktunya. selain itu dipermainan juga bisa komunikasi dengan lawan sehingga membaut game online lebih tanpak hidup.
Hal inilah yang menyebabkan permainan dalam game online kecanduan. walaupun sebenarnya game offline juga dapat menyebabkan kecanduan tetapi batas kecanduannya tidak seperti game online.
Game online juga ternyata berpengaruh terhadap prestasi seorang anak, karena anak-anak sekarang lebih banyak menghabiskan waktunya dengan gamenya sehingga lupa dengan pelajarannya. merebaknya game online bukan hanya di perkotaan tetapi di plosok-plosokpun bahkan sudah merebak. itu artinya game online menyebar ibarat virus yang begitu cepat dan memberikan dampaknya kepada orang yang dihinggapinya.
ibarat seorang pelukis yang selalu terinspirasi dengan objek yang dilihatnya, ternyata game online juga dapat memicu inspirasi seorang mahasiswa disalah satu perguruan swasta jawa timur untuk melakukan aksinya merampok supermarket, dan melakukannya sesuai dengan teknik yang sering dimainkan di game oneline. kalau ini terus terjadi bukan hanya seorang mahasiswa nanti yang terinspirasi melaiannya banyak siswa /mahasiswa yang lainnya.
Program Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Unimed
A. TOPIK YANG DIBAHAS Perkecambahan dan Pertumbuhan Palem Jepang (Actinophloeus macarthurii Becc.) akibat Perendaman Biji dalam Lumpur B. Bibliografi Penulis Sujarwati, Santosa
C. Jurnal Volume 2(6) : hal 99-103 Pebruari 2004
D. Fakta-Fakta yang Terungkap Palem Jepang (Actinophloeu macarthurii Becc.) merupakan salah satu jenis palem yang berpotensi sebagai tanaman hias. Palem jepang tumbuh berumpun, tajuknya indah dengan daun menyirip, apalagi bila buahnya telah masak berwarna merah. Beberapa perlakuan yang biasa digunakan untuk mempercepat perkecambahan palem ( pematahan dormansi ) adalah perendaman biji dalam GA3100 ppm selama 72 jam pada Archontophoenix alexandrae (Nagao & Sakai 1979), kombinasi skarifikasi dan perendaman dalam GA3100 ppm pada Archontophoenix alexandrae dan Ptychospermae macharthurii (Nagao et al, 1980), peretasan kulit dan perendaman biji dalam GA3 2000 ppm selama 48 jam pada Licuala grandis (Soedjono & Suskandari 1997), perendaman dalam air selama 72 jam pada palem merah (Crytotachys lakka Becc.) (Natasasmita 1996), perendaman biji dalam larutan KNO3 0,2% pada Roystonea regia (Rinzani 1998), serta perendaman dengan asam sulfat 96% selama 30 menit pada palem Chamaedorea seifrizii (Daquinta et al, 1996). Perendaman biji dalam lumpur selama 2 dan 4 hari, dalam air selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl pekat selama 5, 10, dan 15 menit menunjukkan bahwa perendaman dalam lumpur selama 4 hari memberikan nilai rata-rata persentase perkecambahan tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Di alam, dormansi karena kulit biji yang keras dapat dipatahkan melalui perusakan kulit biji oleh mikroorganisme yang terdapat di tanah (Bewley & Back 1982). Pada perlakuan perendaman biji dalam lumpur, diduga mikroorganisme yang terdapat dalam lumpur turut berperan dalam pematahan dormansi biji palem. Pada tanah tergenang (termasuk lumpur), ruang antar partikel tanah jenuh dengan air, konsentrasi oksigen dalam tanah berkurang, sehingga hanya mikroorganisme anaerob yang dapat tumbuh (Black 1999). Semakin dalam biji direndam, kondisi di sekitar biji akan semakin anaerob. Perbedaan kedalaman perendaman berakibat pada ketersediaan oksigen. Semakin dalam perendaman, kondisi semakin anaerob. Pengaruh kondisi anaerob dalam memacu perkecambahan biji juga ditemui pada biji apel dan bunga matahari. Ada beberapa dugaan mekanisme kondisi anaerob dalam memacu perkecambahan biji dorman. Kondisi anaerob biasanya menyebabkan peningkatan produksi etanol melalui proses fermentasi. Akumulasi etanol dapat memecahkan dormansi pada beberapa biji (Corbineau & Come 1995). Hal ini juga didukung penelitian Bewley & Back (1982) bahwa pemberian etanol eksogen dapat memecahkan dormansi biji. Perlakuan perendaman biji dalam lumpur dapat mempercepat waktu awal berkecambah. Perkecambahan pada biji yang mendapat perlakuan perendaman dalam lumpur teramati mulai minggu ke 6. Sedangkan pada kontrol, perkecambahan mulaiteramati pada minggu ke 11. Hasil ini sesuai dengan penelitian Juhaeti & Rahayu (1990). Pada palem Roystonea elata Bartr. Harper, perlakuan perendaman biji dalam lumpur selama 4 hari memberikan nilai rata-rata persentase perkecambahan tertinggi dibandingkan perlakuan perendaman dalam air selama 2 dan 4 hari, serta dalam HCl pekat selama 5, 10, dan 15 menit. Sterilisasi pada lumpur yang digunakan untuk perendaman biji, tidak berpengaruh terhadap perkecambahan dan pertumbuhan palem jepang. Perbedaan kedalaman perendaman biji dalam lumpur berpengaruh terhadap persentase dan kecepatan perkecambahan palem jepang.
E. Fakta-Fakta yang Belum Terungkap Pada jurnal ini penulis hanya melakukan perlakuan pematahan dormansi dengan perlakuan perendaman biji palem jepang di lumpur. Sementara pematahan dormansi biji tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti: perlakuan mekanis yaitu skarifikasi, perlakuan dengan suhu, perlakuan dengan cahaya dan perlakuan dengan zat kimia yang lain.
F. Pertanyaan Yang Muncul Apakah metode pematahan dormansi pada palem jepang lebih cepat dengan perlakuan perendaman di dalam lumpur dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
G. Refleksi Diri Membaca dan memahami isi jurnal ini memberi wawasan bagi penulis untuk lebih memahami metode pematahan dormansi pada biji, dengan mengetahui berbagai metode pematahan dormansi pada biji, para peneliti/petani dapat melakukannya agar proses perkecambahan dapat berlangsung dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan.
Program Magister Pendidikan Biologi Program Pascasarjana Unimed
A. TOPIK YANG DIBAHAS
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Berbasis TIK Untuk Memperbaiki Kualitas Pembelajaran Keanekaragaman Hayati
B. Bibliografi Penulis
Herfen Suryati
C. Jurnal
Volume/Jilid 4 Nomor 1 : hal 1-5 September 2008
D. Fakta-Fakta yang Terungkap
Sistem pembelajaran yang baik menurut Johnson (2002) adalah pembelajaran yang mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya atau yang lebih dikenal dengan Contextual Teaching and Learning (CTL). Hal tersebut akan membantu siswa mengembangkan diri secara optimal dan memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan sehingga dapat mengakomodasikan pengetahuannya dari pengalaman yang dimilikinya.
Proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati melalui media pembelajaran berbasis TIK lebih ditujukan kepada upaya: (1) memperjelas konsep agar tidak terlalu verbalistis, (2) mengatasi hambatan ruang, waktu, dan daya indra, (3) mengatasi keterbatasan variasi bentuk lingkungan dan organisme yang dapat diamati, (4) mengatasi sikap pasif siswa menjadi lebih bergairah, (5) melibatkan seluruh warga belajar, dan (6) mengkondisikan munculnya persamaan persepsi dan pengalaman belajar siswa. Dengan de-mikian, akan terjadi peningkatan kualitas pembelajaran, munculnya keterampilan bekerja sama (kooperatif) siswa dalam kelompok belajarnya, serta adanya peningkatan hasil belajar siswa.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan pelaksana kolaboratif antara pengamat dengan peneliti sebagai pelaku tindakan. Langkah penelitian ini bersifat refleksi tindakan dengan pola proses pengkajian berdaur (siklus) yang terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Tindakan dilaksanakan sebanyak 3 siklus.
Adapun metode yang diterapkan dalam pembelajaran konsep keanekaragaman hayati pada masing-masing siklus secara berturut-turut adalah (1) metode diskusi informasi dengan peran guru lebih dominan sebagai pemberi informasi, (2) metode diskusi informasi dengan peran guru sebagai fasilitator dan pembelajaran lebih ditekankan kepada siswa sebagai subyek belajar di kelompoknya, dan (3) menggunakan media pembelajaran berbasis TIK yang dikolaborasikan dengan metode diskusi informasi dan praktik.
Proses pembelajaran konsep keanekaragaman hayati dengan menggunakan media pembelajaran berbasis TIK ternyata dapat meningkatkan aktivitas siswa dan dapat memunculkan keterampilan bekerja sama siswa di dalam kelompok belajarnya. Peningkatan ini ternyata berdampak pada meningkatnya prestasi siswa.
E. Fakta-Fakta yang Belum Terungkap
Penggunaan media berbasis TIK tidak dijelaskan secara mendetail, apakah berupa powerpoin, Flash, film atau lainnya.
F. Pertanyaan Yang Muncul
Apakah media berbasis TIK cocok untuk semua materi pelajaran? Apakah maksimal media berbasis TIK di gunakan tanpa dikolaborasikan dengan PTK?
G. Refleksi Diri
Membaca dan memahami isi jurnal ini memberi wawasan bagi penulis untuk lebih memahami metode pembelajaran yang cocok untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Dan kita dapat memanfaatkan media teknologi sebagai sarana dan prasarana tuk meningkatkan mutu pendidikan dan serta kualitas hasil belajar siswa.
Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Hal ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar). Dengan demikian makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Langkah metode pembelajaran yang dipilih memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik.
Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Tetapi jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.
Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Jika kepada mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi.
Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan kepada mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka besar kemungkinan bahwa peserta didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Dalam hal ini hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil.
Dari konsep-konsep di atas, kiranya cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar. Dari konsep tersebut, dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah:
1. Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang hirarkis, 2. Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, dan setiap kompetensi harus diberikan feedback, 3. Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan, 4. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal.
Perbedaan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran tuntas adalah pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, serta untuk mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikian rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Dasar pemikiran dari belajar tuntas dengan pendekatan individual ialah adanya pengakuan terhadap perbedaan individual masing-masing peserta didik.
Untuk merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Salah satu caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dipecah-pecah ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan boleh mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang ditetapkan. Sedangkan pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar (non belajar tuntas).
Simpulan
Dengan memperhatikan uraian di atas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah bahwa pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, strategi pembelajaran tuntas juga menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual.
Penulis adalah Mahasiswa S-2 Universitas Negeri Medan (Unimed); e-mail: robin.ginting85@gmail.com
Banyak ilmuan islam yang pernah menorehkan sejarah tentang hasil temuan dan karya besar mereka namun mengapa di buku-buku pelajaran jarang sekali ilmuan islam di ekspose. dan bahkan kalau siswa maupun mahasiswa ditanya tentang tokoh / ilmuan islam, sebagian besar tidak tahu. belum lagi ditanya karya-karya yang pernah mereka temukan. untuk itu penulis akan memaparkan skumit tentang beberapa ilmuan islam dan karya yang pernah mereka torehkan di sejarah.
* Ibnu Batuta * Ibnu Sinna * Ibnu Maskawaih * Ibnu Haitam * Ibnu Tufail * Ibnu-Bajjah * Al-Biruni * Al-Farabi * Ibnu Khaldun * Ibnu Qayyim * Mallik Ben Nabi * Jabir Ibnu Haiyan * Badiuzzaman Said Nursi * Ibnu Batuta * Ibnu Maskawaih * Ibnu Haitam * Ibnu Tufail * Ibnu-Bajjah * Mallik Ben Nabi