Minggu, 13 Januari 2013

<div><a href="http://ebookbrowse.com/contoh-proposal-tesis-biologi-kooperatif-learning-pdf-d310852923">contoh proposal tesis biologi kooperatif learning pdf</a></div><div>[googleapps domain="docs" dir="viewer" query="url=http%3A%2F%2Felearning.unesa.ac.id%2Fpdf-archive%2Fcontoh-proposal-tesis-biologi-kooperatif-learning.pdf&embedded=true" width="425" height="355" /]<div style="font-size:12px;padding:5px 0 12px;">View more  <a href="http://ebookbrowse.com/co/contoh-proposal-tesis-biologi-pdf" target="_blank" >ebooks</a> on <a href="http://ebookbrowse.com" target="_blank" >ebookbrowse.com</a></div> </div>

Jumat, 11 Januari 2013


PENGEMBANGAN STRATEGI MODEL NHT DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI










Oleh

Robin Ginting
(8126173027)
Kelas Biologi A-1



Untuk memenuhi tugas mata kuliah  Kurikulum
Dosen Pengampu Dr.Ely Djulia, M.Pd


PPS PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
2012
A. Latar Belakang
Latar belakang penulis mengembangkan strategi pembelajaran model kooperatif tife Number Head Together (NHT) karena melihat fenomena yang terjadi sekarang, khususnya pada pembelajaran IPA biologi umumnya pada materi pelajaran lainnya, yang terjadi sekarang, di daerah pembelajaran biologi terasa kering dan kaku karena pembelajarannya bersifat hapalan peserta didik hanya selalu siap untuk menerima konsep-konsep yang telah jadi yang diberikan oleh guru sehingga mereka kurang mengembangkan proses berfikir. Peserta didik tidak merasakan keterlibatan penalaran dalam mempelajari konsep-konsep biologi, Padahal hakekat belajar mengajar yang lebih progresif berbeda dengan hakekat belajar tradisional, pada pola tradisional kegiatan belajar mengajar lebih sering diarahkan pada aliran informasi dari guru ke peserta didik (Teacher Centered instruction), pandangan ini mendorong guru untuk memerankan diri sebagai “penceramah ulung”, belajar mengajar hanya diibaratkan seperti halnya menuangkan air dari teko kedalam gelas kosong, otak siswa dianggap sebagai gelas kosong yang tidak berisi dan siap menerima materi apa pun yang diberikan oleh gurunya. Padahal menurut pandangan konstruktivisme bahwa peserta didik di dalam otaknya tidak seperti halnya gelas kosong tetapi sudah berisi pengetahuan baik konsep, data maupun fakta yang tersusun sedemikian rupa sehingga menurut pandangan ini tugas guru adalah memandang siswa secara terus menerus memeriksa informasi-informasi baru yang berlawanan dengan aturan lama dan memperbaiki yang sudah tidak sesuai. Teori ini menjadi suatu strategi konstruktivis atau pengajaran yang berpusat pada peserta (student centered instruction). Di dalam kelas peran guru adalah membantu peserta menemukan fakta, konsep, atau prinsip bagi diri mereka sendiri bukan memberikan ceramah atau mengendalikan seluruh kegiatan kelas.
Salah satu solusi untuk memecahkan masalah kering dan kakunya pembelajaran biologi, penulis mencoba mengembangkan strategi model pembelajaran kooperatif tife Number Head Together (NHT) yang telah dicoba dilaksanakan di dalam kelas dan dapat dirasakan keberhasilan baik perubahan tingkah laku peserta didik maupun dalam hasil penilaian. Pengembangan yang penulis lakukan pada strategi model NHT ini tentu saja beda dengan NHT yang biasa terutama pada tahaf sewaktu guru memberikan umpan balik untuk mendapatkan jawaban dari siswa.
B.      Tujuan
Tujuan dari pengembangan model pembelajaran NHT ini pada pembelajaran biologi ini adalah : (a). Dapat mengembangkan kemampuan akademik siswa dalam membantu untuk memahami kosep-konsep yang sulit, juga meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (b). Penerimaan perbedaan individu artinya ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. Pembealajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atau tugas-tugas bersama. (c). Pengembangan keterampilan kerja sama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki dalam masyarakat di mana sebagian besar kerja orang dewasa dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain di mana masyarakat secara budaya semakin beragam.
C.     Pengertian Belajar
Sebagian besar ahli berpendapat bahwa belajar adalah merupakan proses perubahan, dimana perubahan tersebut merupakan hasil dari pengalaman. Dengan perkembangan teknologi informasi, belajar tidak hanya diartikan sebagai suatu tindakan terpisah dari kehidupan manusia. Banyak ilmuwan yang mengatakan belajar menurut sudut pandang mereka.
Belajar merupakan proses penting bagi perubahan perilaku setiap orang dan belajar itu mencakup segala sesuatu yang dipikirkan dan dikerjakan oleh setiap orang. Belajar memegang peranan penting di dalam perkembangan, kebiasaan, sikap, keyakinan, tujuan, kepribadian, dan bahkan persepsi seseorang. Oleh karena itu dengan menguasai prinsip-prinsip dasar tentang belajar, seseorang mampu memahami bahwa aktivitas belajar itu memegang peranan penting dalam proses psikologis. (Rifai, 2009)
Menurut Gage dan Berliner (dalam Rifai, 2009:82) belajar adalah “proses dimana suatu organisme mengubah perilakunya karena hasil dari pengalaman.” Selanjutnya Morgan et.al (dalam Rifai, 2009:82) menyatakan bahwa “belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dari praktik atau pengalaman”. Sedangkan Slavin (dalam Rifai, 2009:82) menyatakan “bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman”. Kemudian Gagne (dalam Rifai, 2009:82) mendefinisikan “belajar merupakan perubahan disposisi atau kecakapan manusia yang berlangsung selama periode waktu tertentu, dan perubahan perilaku itu tidak berasal dari proses pertumbuhan.”
Sedangkan Hasil belajar adalah perubahan perilaku yang diperoleh seseorang setelah mengalami kegiatan belajar. Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (a) keterampilan dan kebiasaan; (b) pengetahuan dan pengertian; (c) sikap dan cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah.
D.    Model Pembelajaran
Pemilihan suatu model pembelajaran sangat bergantung pada tujuan yang akan dicapai guru . Pemilihan model dan metode pembelajaran juga berkaitan dengan strategi pembelajaran. Menurut Amin Suyitno (2011:26) strategi pembelajaran adalah perencanaan dan tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar kompetensi dasar dan indikator pembelajarannya dapat tercapai. Sedangkan pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik (siswa) yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik. Di sekolah, tindakan pembelajaran ini dilakukan nara sumber (guru) terhadap peserta didiknya. Jadi, pada prinsipnya strategi pembelajaran sangat terkait dengan pemilihan model dan metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada para peserta didiknya. Metode, adalah cara guru dalam menyampaikan materi bahan ajar. Sedangkan model pembelajaran adalah suatu pola atau tindakan pembelajaran tertentu yang diterapkan guru agar tujuan atau kompetensi dari hasil belajar yang diharapkan akan cepat dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.
Buku terbitan Depdiknas (2004:II-4) menuliskan bahwa, suatu tindakan pembelajaran disebut sebagai model pembelajaran jika memiliki 4 ciri. Keempat ciri tersebut adalah (1) ada rasional teoretik yang logis atau kajian ilmiah yang disusun oleh penemunya atau ahlinya, (2) ada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui tindakan pembelajaran tersebut, (3) ada tingkah laku pembelajaran yang khas (ada sintaksnya atau ada urutan tindakan pembelajarannya) yang diperlukan oleh guru dan peserta didik, dan (4) diperlukan lingkungan belajar yang spesifik, agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.
E.     Definisi NHT
Number Head Together adalah suatu Model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas (Rahayu, 2006). NHT pertama kali dikenalkan oleh Spencer Kagan dkk (1992). Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah dilontarkan. Suasana seperti ini menimbulkan kegaduhan dalam kelas, karena para siswa saling berebut dalam mendapatkan kesempatan untuk menjawab pertanyaan peneliti (Tryana, 2008).
Menurut Iqbal Ali (2010), model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran yang lebih mengedepankan kepada aktivitas siswa dalam mencari, mengolah, dan melaporkan informasi dari berbagai sumber yang akhirnya dipresentasikan di depan kelas. Menurut Kagan, model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.
Menurut Kagan (2007) model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran.
F.      Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT
Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Para siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil dan diarahkan untuk mempelajari materi pelajaran yang telah ditentukan. Tujuan dibentuknya kelompok kooperatif adalah untuk memberikan kesempatan kepada siswa agar dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan dalam kegiatan-kegiatan belajar. Dalam hal ini sebagian besar aktifitas pembelajaran berpusat pada siswa, yakni mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan  akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen  dalam Ibrahim (2000: 28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Ibrahim mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu : (1). Hasil belajar akademik stuktural, Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. (2). Pengakuan adanya keragaman, Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.(3). Pengembangan keterampilan social, Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.
Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya.Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu : (a). Pembentukan kelompok (b) Diskusi masalah (c) Tukar jawaban antar kelompok
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut :
Langkah 1. Persiapan. Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok. Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan. Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah. Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban. Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan. Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT terhadap siswa yang hasil belajar rendah yang dikemukakan oleh  Lundgren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain adalah : (1). Rasa harga diri menjadi lebih tinggi (2) Memperbaiki kehadiran (3) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar (4) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil (5) Konflik antara pribadi berkurang (6) Pemahaman yang lebih mendalam (7) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi (8) Hasil belajar lebih tinggi.
Secara sistematis langkah-langkah pada model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut: (1) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. (2) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama. (3)  Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok. (4) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut nomor dari masing-masing anggota kelompok untuk menjawab.(5) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran. (6) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai dari skor yang diperoleh.
G.    Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran NHT
Menurut Reikson Panjaitan (2008), kelebihan dan kelemahan model pembelajaran NHT adalah sebagai berikut: Kelebihan (a) Setiap siswa menjadi siap semua. (b) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. (c) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan (a) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. (b)  Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. (c) Kendala teknis, misalnya masalah tempat duduk kadang sulit atau kurang mendukung diatur kegiatan kelompok.
H.    Simpulan
Dalam pembelajaran aktif siswa dipandang sebagai subyek bukan obyek dan belajar lebih dipentingkan daripada mengajar. Disamping itu siswa ikut berpartisipasi ikut mencoba dan melakukan sendiri yang sedang dipelajari. Sedangkan dalam pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran aktif, fungsi guru adalah menciptakan suatu kondisi belajar yang memungkinkan siswa berkembang secara optimal.
Penerapan model pembelajaran kooperatif NHT dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, sehingga hasil belajar siswa akan lebih baik karena siswa yang senantiasa menyelesaikan soal-soal latihan akan dapat menguasai materi pelajaran yang diberikan oleh guru secara baik.


Daftar Pustaka

Ani,Tri C. 2004. Psikologi Belajar. Semarang: UPT UNNES Press.
Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:             Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hamalik, O. 1983. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Hasan. 1991. Evaluasi Hasil Belajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Herdian. 2009. Model Pembelajaran NHT (Numbered Head Together), (Online),
http://herdy07.wordpress.com/2009/04/22/model-pembelajaran-nht-numbered-head-            together/. Diakses tanggal 24 Nopember 2011.
Ibrahim, M, dkk. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Surabaya : University Press.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka             Cipta.


Kurikulum Biologi Untuk Memberdayakan Berfikir



Tugas Mata Kuliah: Kurikulum


Kurikulum Biologi Untuk Memberdayakan Berfikir

OLEH:


Robin Ginting (8126173027)
PENDIDIKAN BIOLOGI A-1













 PPS PENDIDIKAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2012
A.    Pendahuluan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput disebut paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diistilahkan dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006).
Pendidikan biologi mestinya memberikan andil dalam perkembangan biologi dari waktu ke waktu. Pengenalan berbagai organisme yang berguna diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Karena yang dikenal manusia banyak, pengetahuan tersebut perlu dikelompokkan sehingga berkembang taksonomi dan sistematik. Selanjutnya manusia mempelajari biofungsi, bioperkembangan, dan bioteknologi. Manusia memperoleh banyak manfaat dari semua itu, tetapi pendidikan biologi perlu membekali biomanajamen dan bioetika agar penerapan pengetahuan di lingkungannya membawa arah pemberdayaan berkelanjutan. Seyogianya pendidikan biologi memberi siswa bekal keterampilan, pengetahuan dan persepsi yang dilandasi kesadaran akan pentingnya etika dalam mengolah bahan di lingkungannya. Manusia hendaknya menjadi pemelihara keanekaragaman dan fungsi lingkungan agar manusia tetap dapat mengambil manfaat dari keanekaragaman dan lingkungan tetap dapat mendukung kehidupan manusia pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Jadi dari semua itu sebenarnya pendidikan biologi atau bioedukasi yang perlu berperan agar lingkungan dan alam tetap bersahabat dengan manusia.
Jadi, pendidikan biologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang bagaimana hubungan pendidikan dengan biologi, bagaimana cara mempelajari dan mengajarkan biologi dengan baik dan benar, baik pada instusi pendidikan formal maupun non formal. Pendidikan untuk pengajaran Biologi perlu dan dapat dimuati unsure pembentukan karakter melalui pengembangan sikap ilmiah (Scientific attitude). Beberapa jenis sikap ilmiah yang dapat dikembangkan melalui pengajaran sains antara lain meliputi: curiosity (sikap ingin tahu), respect for evidence (sikap untuk senantiasa mendahulukan bukti), flexibility (sikap luwes terhadap gagasan baru), critical reflection (sikap merenung secara kritis), sensitivity to living things and environment (sikap peka/ peduli terhadap makhluk hidup dan lingkungan). Cara pengajaran dapat diintegrasikan dengan penyisipan dan penanaman nilai-nilai sains di dalamnya. Nilai-nilai yang dimaksud antara lain adalah nilai praktis, nilai intelektual, nilai religius, nilai sosial-ekonomi, dan nilai pendidikan.
Hakikat pendidikan biologi adalah pemahaman tentang pentingnya mempelajari alam sehingga akan membawa manusia pada kehidupan bermakna dan bermartabat. Secara filosofis, hakikat pendidikan biologi menjelaskan bagaimana proses pembentukan pemikiran manusia dalam kaitannya mempelajari alam sekitar, sehingga cara pandang biologi terhadap proses berpikir dapat dipertimbangkan sebagai suatu alternative pendekatan dalam ilmu sains.
Melalui pemaparan topik ini mahasiswa diharapkan: (1) Memiliki wawasan/pemahaman yang luas tentang kurikulum biologi untuk memberdayakan berfikir.(2) Mengetahui tahapan perkembangan berfikir anak.
B.     Kurikulum Pembelajaran Biologi
Kurikulum adalah serangkaian rencana pengajaran dan sebagai suatu sistem (sistem kurikulum) yang merupakan bagian dari system persekolahan atau suatu lembaga pendidikan. Kurikulum sebagai rencana pengajaran berisi tujuan yang ingin dicapai, bahan pelajaran yang akan disajikan, kegiatan pengajaran, alat-alat pengajaran, dan jadwal waktu pengajaran. Sebagai suatu system, kurikulum merupakan bagian atau subsistem dari keseluruhan kerangka organisasi sekolah atau sistem sekolah (Sukmadinata, 2010).
Kurikulum biologi disempurnakan untuk meningkatkan mutu pendidikan Biologi secara nasional. Saat ini kesejahteraan bangsa tidak hanya lagi bersumber pada sumber daya alam dan modal yang bersifat fisik, tetapi bersumber pada modal intelektual, sosial dan kepercayaan (kredibilitas). Dengan demikian tuntutan untuk terus menerus memutakhirkan pengetahuan biologi menjadi suatu keharusan.
C.     Hakikat Berfikir
Berpikir adalah proses yang intens untuk memecahkan masalah, dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga mendapatkan pemecahan. Yang menjadi masalah adalah bahwa hal-hal yang akan dihubungkan tersebut belum tentu ada atau hadir di benak kita. Oleh karena itu berpikir melibatkan kemampuan untuk membayangkan atau menyajikan objek-objek yang tidak ada secara fisik atau kejadian-kejadian yang tidak sedang berlangsung. Berpikir kreatif adalah suatu cara berpikir dimana seseorang mencoba menemukan hubungan-hubungan baru, untuk memperoleh jawaban baru terhadap masalah. Dalam berpikir kreatif ini, seseorang dituntut untuk dapat memperoleh lebih dari satu jawaban terhadap suatu persoalan dan untuk itu maka diperlukan imajinasi.
Contoh berpikir kreatif adalah: Andaikan apabila anda menjadi seorang astronot?
Bila anda terdampar seorang diri di pulau, apa yang akan anda lakukan?
Berpikir analitis adalah berpikir yang sebaliknya menggunakan suatu pendekatan logis menuju ke jawaban tunggal.
Sebenarnya dalam menghadapi suatu masalah kita membutuhkan kedua jenis berpikir tersebut, yaitu berpikir logis-analitis dan berpikir kreatif. Berpikir logis-analitis oleh Guilford disebut dengan berpikir konvergen, karena cara berpikir ini cenderung menyempit dan menuju ke jawaban tunggal. Sementara itu berpikir kreatif sering disebut oleh Guilford sebagai berpikir divergen, karena di sini pikiran didorong untuk menyebar jauh dan meluas dalam mencari ide-ide baru.
D.    Struktur Biologis dan Proses Berpikir
Struktur biologis yang sangat unik pada manusia yang memiliki kemampuan berpikir adalah otak. Otak manusia beratnya tidak lebih dari 1,5 kg. Otak adalah pusat berpikir, berperilaku, serta pusat emosi manusia yang mencerminkan seluruh dirinya (selfhood), kebudayaan, kejiwaan, serta bahasa dan ingatan. Seorang filsuf, Rene Descartes, pernah mengatakan bahwa otak sebagai pusat kesadaran manusia diibaratkan sebagai sains, sedangkan badan manausia sebagai kudanya. Otak merupakan kumpulan sel-sel saraf yang memiliki fungsi pengaturan dan pusat kontrol semua kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anggota tubuh manusia.
Pada saat kelahiran, otak telah menata dirinya menjadi lebih dari 40 fungsional wilayah yang berbeda yang mengatur hal-hal seperti penglihatan, pendengaran, bahasa, dan gerakan otot. Otak memproses data indrawi yang masuk ke dan melalui daerah fungsional. Pengolahan tersebut dilakukan sebagai data sensoris masuk melalui jalan dari lima indera-semua yang kita lihat, dengar, merasa, bau, dan rasa. Panca indera adalah salah satu caranya otak untuk mendapatkan data tentang dunia luar. Untuk meningkatkan input, otak mengkonstruksi mekanisme motorik yang meningkatkan pengumpulan informasi. Perangkat tambahan ini terdiri atas jaringan sederhana dan refleks otomatis untuk berpikir dan eksplorasi.
Sebagai sistem penyimpanan data, otak membutuhkan tak terhitung jumlah gambar, mengumpulkan mereka satu demi satu, dan menyimpan dalam bentuk bagian-bagian khusus di sel otak. Kelebihan sel otak adalah bahwa satu sel bisa dipanggil berkali-kali untuk mengidentifikasi factor yang sama, misalnya apakah ada sesuatu yang horizontal atau vertikal. Satu sel ini dapat mengenali beragam objek vertical seperti gedung, buku, atau pensil. Setiap sel otak memiliki kapasitas untuk menyimpan fragmen banyak kenangan. Kenangan ini atau karakteristik dunia dipecah menjadi unsur bagian- cahaya foton, molekul bau, getaran gelombang suara-siap dipanggil ketika koneksi jaringan tertentu perlu diaktifkan. Seperti penyimpanan informasi non-bahasa, aspek bahasa juga disimpan dalam berbagai bagian otak. Pendengaran, lisan, membaca visual dan kapasitas menulis disimpan secara terpisah. Nama hal-hal alam, seperti tanaman dan hewan, dicatat di salah satu bagian otak yaitu sebagai nama benda, mesin, dan benda lainnya buatan manusia disimpan di tempat lain. Kata dipisahkan dari verbal, dan fonem dari kata-kata. Adaptasi biologis tertentu pada tubuh memungkinkan manusia untuk menghasilkan, mendengar, dan mengenali suara merupakan hal penting untuk kelangsungan hidup. Butuh waktu lama bagi manusia untuk membalikkan cara untuk menyampaikan informasi dengan menggunakan tanda sebagai simbol. Manusia secara biologis tidak dirancang untuk tujuan membaca atau menulis. Membaca dan menulis merupakan potensi biologis yang dirancang untuk keperluan lain. Satu-satunya cara kita bisa belajar apa pun adalah melalui struktur biologis kita.

E.     Tahapan Biologis dan Proses Berpikir
Dibandingkan dengan organisme hidup lainnya, manusia memasuki dunia dengan kepala kosong. Banyak jenis burung, ikan, dan hewan lainnya dilahirkan dengan otak yang telah terprogram dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, mengumpulkan makanan, dan mereproduksi jenis mereka sendiri. Misalnya, beberapa burung yang bermigrasi dapat melakukan perjalanan ke lokasi di mana mereka tidak pernah jelajahi sebelumnya, yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup. Hewan-hewan lainnya juga memiliki insting yang independen untuk belajar. Tapi bayi manusia yang baru dilahirkan sangat tidak berdaya. Dia harus membangun pengetahuan tentang dunianya sendiri secara bertahap.
Tahap 1: Membangun sebuah Pengetahuan (Pemetaan suatu bentuk)
Aspek yang paling penting dari tahap ini adalah pembentukan objek permanen yaitu benda-benda yang telah diketahui sebelumnya meskipun dari hanya melihat. Pentingnya membangun pemikiran menjadi begitu mendasar bagi semua hal yang kita lakukan. Kita tidak akan tahu ke mana harus pulang pada malam hari, kita tidak berhenti membaca sebuah buku jika kita tidak bisa percaya bahwa tulisan pada halaman akan tetap sama ketika kita tidak membacanya. Mengetahui bahwa dunia dapat dipercaya untuk menjaga hal-hal tetap berada di tempatnya dan mereka adalah penting untuk semua pelajaran nanti.
Secara biologis, kita memiliki waktu sekitar tiga tahun usia anak-anak untuk menetapkan pengetahuan dasar lingkungan di mana kita hidup. Selain itu, otak dirancang untuk menyandikan kata-kata mudah. Anak-anak akan mengkodekan, rata-rata, sekitar 10 kata-kata baru setiap hari antara usia 2 sampai 5 tahun (Jackendoff, 1994). Anak-anak sangat aktif dan penuh semangat membentuk konsep dan mengaitkan konsep-konsep dengan kata-kata. Bahkan pada tahap awal, anak-anak mampu dengan sengaja melakukan proses penyelidikan yang berkontribusi pengetahuan untuk membangun pribadi anak.
Tahap 2 : Membandingkan hal yang telah diketahui untuk mempelajari hal yang  belum diketahui. Kekuatan berpikir pada tahap ini luar biasa. Anak akan membentuk konsep mendasar tentang dunia fisik serta sifat (persamaan dan perbedaan perbandingan berdasarkan ukuran, bentuk, warna, dan sebagainya); tentang ordinal dan angka kardinal (satu per satu penulisan derajat yang bervariasi); tentang semua langkah (perbandingan ukuran yang dikenal, seperti tongkat meter, untuk ukuran yang tidak diketahui, seperti dimensi tabel), dan tentang penggunaan simbol yang bermakna (pengakuan kata). Anak akan belajar lebih banyak kata pada tahap ini daripada dia istirahat. Dia juga bisa belajar untuk membaca musik dan dengan koordinasi motorik yang tepat, memainkan alat musik, pola tari yang kompleks, atau melaksanakan rutinitas atletik  senam atau lainnya.
Tahap 3: Meletakkan benda secara bersamaan. Proses berpikir berikutnya dimulai pada usia 6 tahun dan ditetapkan bagi kebanyakan anak usia 8 tahun (Lovell dan lain-lain, 1962; Smedslund, 1964; Bruner dan Kenney, 1966). Proses ini memungkinkan anak untuk mengelompokkan semua objek di set berdasarkan satu atribut umum.
Tanpa instruksi formal, anak akan meletakkan semua benda biru bersama-sama dari susunan objek, dan kemudian terus mengurutkan kuning, merah, dan warna lainnya lainnya ke dalam kelompok-kelompok. Di sekolah formal, konsep "semua" dan "beberapa" dapat dengan mudah diajarkan pada tahap ini. Pada konsep-konsep ini, anak dapat membangun pemahaman tentang semua operasi dasar matematika. Aturan sederhana dapat dipahami dan dihasilkan oleh anak jika diberi kesempatan. Dalam keberadaan kita sehari-hari, kita jarang menggunakan berpikir lebih tinggi dari tahap ini.
Tahap 4: Ide-ide simultan. Ketika anak-anak mulai memiliki mental berpikir yang menunjukkan mereka dapat menggabungkan lebih dari satu ide pada suatu waktu, mereka telah memasuki tahap 4. Bagi kebanyakan anak kemampuan ini terjadi pada usia 8 tahun dan terus berkembang sampai usia 10 tahun (Inhelder dan Piaget, 1964; Vernon, 1965). Siswa mulai menikmati permainan kata dan dapat dengan mudah mengerti homonim.
Mereka mulai kreatif menulis dari "itu adalah sebuah rumah tua, yang merupakan rumah coklat; itu adalah rumah kosong" (deskripsi dari rumah, satu properti pada satu waktu) untuk "itu adalah, warna coklat tua, rumah kosong" (deskripsi bervariasi untuk kata benda yang sama). Penalaran ilmiah mereka mulai muncul dari berpikir trial and error atau mengikuti sebuah "resep" exprimental untuk merenungkan dampak dari membandingkan 2 situasi secara bersamaan dalam kondisi yang berbeda.
Tahap 5: Hubungan-hubungan  supererordinat  atau  sub-ordinat. Berpikir tentang hubungan antara kelompok-kelompok objek dan konsep lebih tinggi dari anak-anak merupakan indikator dari tahap perkembangan. Hal ini muncul pada usia 11 tahun. Berpikir menyadari bahwa jika salah satu koleksi benda-benda termasuk dalam kelompok, maka semua objek dalam pengelompokan yang lebih kecil adalah bagian dari yang lebih besar. Sebaliknya, bagian dari kelas yang lebih besar berisi semua yang lebih kecil. Ada pengakuan bahwa keseluruhan sama dengan jumlah bagian-bagiannya dan contoh untuk mewakili keseluruhan tidak ada. Pola kemampuan siswa pada tahap ini ditandai oleh masuknya satu atau lebih kelas objek di dalam kelas lebih tinggi dari objek. Siswa mengakui bahwa seluruh (Kelas besar) adalah sama dengan jumlah bagian-bagiannya (yang subclass) dan bahwa ada hubungan yang logis antara kelas besar dan kecil. Misalnya, siswa menyadari bahwa semua paus adalah mamalia tetapi bahwa tidak semua mamalia adalah paus. Pada tahap ini siswa dapat sepenuhnya memahami bahwa mereka hidup di kota tertentu dan negara tertentu pada saat yang sama, dan yang satu adalah lebih tinggi yang lain. 

             Tahap 6,  Pertimbangan yang Kombinasi. Tahap selanjutnya terungkap pada usia 13-14 tahun (Lawson dan Renner, 975; Lowery, 1981b), di mana siswa menjadi lebih fleksibel dalam berpikir. Individu pada tahap ini dapat mengklasifikasikan objek dengan satu atau lebih atribut, maka reklasifikasi mereka dalam berbagai cara yang berbeda, masing-masing menyadari bahwa cara yang diperbolehkan di waktu yang sama dan bahwa pilihan untuk pengaturan tergantung pada tujuan seseorang. Sekolah tidak harus terus mengajar di tingkat kelas atas seperti cara mereka mengajar di tingkat awal, hanya membuat konten yang lebih abstrak. Siswa perlu pengalaman yang tepat untuk berpikir bahwa mereka sedang belajar. Jika pengalaman tersebut tidak diberikan pada tahap ini, banyak siswa, sebagai orang dewasa, tidak akan mampu untuk mengidentifikasi dan mengisolasi kemungkinan kombinasi hubungan yang terlibat dalam masalah kompleks yang akan mereka hadapi dalam kehidupan pribadi dan professional mereka.
Tahap 7 Berpikir fleksibel. Ketika tahap 7 muncul pada usia 16 tahun (Karplus dan Karplus, 1972; Lowery, 1981a; Lowery, 1981b), siswa dapat mengembangkan kerangka berpikir berdasarkan alasan logis tentang hubungan antara benda atau ide-ide, sementara pada saat yang sama menyadari bahwa pengaturan adalah salah satu dari banyak kemungkinan yang pada akhirnya dapat diubah berdasarkan wawasan baru. Tahap ini dicirikan oleh individu yang sudah mampu untuk mengklasifikasikan dan reklasifikasi objek atau ide-ide ke dalam hierarki yang terkait atau kelas inklusif. Pola pikiran manusia pada tahap ini menjadi kompleks dan dapat dinyatakan dalam berbagai cara.

F.           Teori Perkembangan Piaget Psikolog Swiss
Jean Piaget, merancang model yang mendeskripsikan bagaimana manusia memahami dunianya dengan mengumpulkan dan mengorganisasikan informasi. Menurut Piaget seperti yang dikutip Woolfolk (2009) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh maturasi (kematangan), aktivitas dan transmisi sosial. Maturasi atau kematangan berkaitan dengan perubahan biologis yang terprogram secara genetik. Aktivitas berkaitan dengan kemampuan untuk menangani lingkungan dan belajar darinya. Transmisi sosial berkaitan dengan interaksi dengan orang-orang di sekitar dan belajar darinya. Piaget mengadakan penelitian pada anak mengenai perkembangan kognitif anak. Dari penelitiannya Piaget mengusulkan 4  ahapan perkembangan kognitif yang tiap tahapannya berhubungan dengan usia dan cara berpikir. Tahap-tahap itu adalah:
(1). Tahap Sensorimotor (dari usia lahir sampai 2 tahun) Pada tahap ini seorang bayi membangun pemahamannya tentang dunia sekitarnya melalui koordinasi pengalaman indrawinya dengan gerakan motorik. Pada awal masa perkembangan bayi tak berbeda jauh dari gerakan refleksnya. Di akhir tahapan seorang bayi mulai bisa membedakan dirinya dan dunia sekitarnya dan mulai menyadai bahwa objek akan tetap ada walau tak terlihat atau tak terdengar. (2) . Tahap Preoperasional (kira-kira usia 2 sampai 7 tahun)
Ciri utama fase ini adalah berpikir simbolik dan berpikir intuitif, egosentris dan animisme serta suka mendengarkan dongeng. Berpikir simbolik pada fase ini adalah anak sudah dapat mengungkapkan konsep yang tersusun dalam skemata di dalam imajinasinya, dan diungkapkan dalan bentuk kalimat dan gambar. Sedangkan animisme artinya anak percaya bahwa objek yang tidak bergerak dapat melakukan kegiatan seperti benda hidup. Pada tahap ini anak belum bisa berpikir konservasi atau irreversibel. (3).Tahap Operasional Konkret (kira-kira usia 7 sampai 11 tahun)
Menurut Santrok juga Jamaris, pada usia ini anak sudah mempu melakukan seriasi dan klasifikasi terhadap satu set objek dan juga menemukan hubungan logis antara elemen-elemen yang tersusun secara teratur (transitivity). Pada tahap ini anak juga mampu memecahkan masalah secara konkrit atau dalam bentuk kegiatan nyata. Selain itu anak juga sudah mulai mengurangi sifat egosentrisnya. Anak pada tahap ini sudah mengerti konsep irreversibel dan konservasi. Misalnya. Anak sudah mulai mengerti bahwa jika air dituangkan ke wadah lain maka volume/banyaknya tetap sama. (4). Tahap Operasional Formal (kira-kira usia 11- 15 tahun sampai dewasa). Tahap operasional formal adalah tahap terakhir perkembangan kognitif menurut teori Piaget. Siswa pada usia ini telah mampu berpikir abstrak, idealistis dengan cara yang logis.

G.    Pembelajaran adalah Proses Berpikir
Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada proses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara individu dengan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (self regulated). Asumsi yang mendasari pembelajaran berpikir adalah bahwa pengetahuan itu tidak datang dari luar, akan tetapi dibentuk oleh individu itu sendiri dalam struktur kognitif yang dimilikinya. Atas dasar asumsi itulah pembelajaran berpikir memandang, bahwa mengajar itu bukanlah memindahkan pengetahuan dari guru pada siswa, melainkan suatu aktivitas yang memungkinkan siswa dapat membangun sendiri pengetahuannya. Menurut Bettencourt dalam Sanjaya (2009) dikatakan bahwa, mengajar dalam pembelajaran berpikir adalah berpartisipasi dengan siswa dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mencari kejelasan, bersikap kritis, dan mengadakan justifikasi.
Dalam proses pembelajaran La Costa (Sanjaya, 2009), mengklasifikasikan mengajar berpikir menjadi tiga, yaitu:
(1) Teaching of thinking, adalah proses pembelajaran yang diarahkan untuk pembentukan keterampilan mental tertentu, seperti misalnya keterampilan berpikir kritis, berpikir kreatif, dan lain sebagainya. Dengan demikian, jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada aspek tujuan pembelajaran. (2) Teaching for thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada usaha menciptakan lingkungan belajar yang dapat mendorong terhadap pengembangan kognitif. Jenis pembelajaran ini lebih menitikberatkan kepada proses menciptakan situasi dan lingkungan tertentu, contohnya menciptakan suasana keterbukaan yang demokratis, menciptakan iklim yang menyenangkan sehingga memungkinkan siswa dapat berkembang secara optimal.(3) Teaching about thinking, adalah pembelajaran yang diarahkan pada upaya untuk membantu agar siswa lebih sadar terhadap proses berpikirnya. Jenis pembelajaran ini lebih menekankan kepada metodologi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Pada kenyataannya, proses pembelajaran berpikir menyangkut tiga hal tersebut. Artinya, dalam pelaksanaan pembelajaran, kita tidak mungkin melepaskan ketiga aspek di atas. Contohnya, untuk dapat melatih keterampilan berpikir tertentu kepada siswa sangat diperlukan suasana yang mendukung serta metodologi yang dianggap efektif. Oleh karenanya, ketiga hal di atas, memiliki keterkaitan yang sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan.
H.    Implikasi Dalam Dunia Pendidikan
Pentingnya dasar biologis untuk pengembangan pemikiran ini selalu sering diabaikan oleh pendidik. Periodik peningkatan pertumbuhan otak (mungkin pembentukan selular jaringan) ditambah dengan bentuk yang baru, kemampuan berpikir bebas (kemampuan awal yang berisi konten) yang diikuti oleh jangka waktu yang memungkinkan kemampuan baru menjadi terintegrasi, dapat digunakan, dan menjadi fungsional. Sayangnya, organisasi dan desain buku teks komersial tidak sesuai dengan kapasitas berpikir siswa. Banyak topik yang diperkenalkan pada tahap sebelum siswa dapat memahami mereka. Konten tidak diatur sehingga dapat dipelajari dan dibangun di atas usia setahun.
Kebanyakan guru yang sudah terbiasa mengajar dengan metode lama. Keterampilan dan peningkatan kompleksitas konsep sebagai siswa bergerak melalui kelas. Kurikulum harapan untuk kinerja siswa didasarkan di indeks kelas sekolah, usia kronologis, atau pencapaian skor, daripada pada kognitif pembangunan.
I.       Simpulan
Basis biologi untuk tahapan berfikir ini penting untuk kurikulum dan pedoman dalalam bidang pendidikan. Disebutkan kurikulum horizontal yang merupakan kurikulum yang melatih siswa untuk menggunakan tahap berfikir dalam belajar memproleh pengetahuan dan pengalaman. Dalam kurikulum ini guru tidak membandingkan kemajuan setiap siswanya, tetapi lebih kepada pemilihan pengalaman belajar yang sesuai untuk siswa pada setiap tahap berfikir, mendorong mereka untuk aktif berfikir.
Sebagai contoh, guru mendesain latihan untuk melihat siswa yang berada pada tahap berfikir 2 (membandingkan hal yang diketahui dan yang tidak diketahui) dengan meminta siswa untuk menemukan kelereng yang sama warnanya pada suatu kumpulan kelereng, dapat juga diganti dengan objek yang lain. Kemudian untuk tahapan berfikir 3 (meletakkan benda secara bersamaan) misalnya siswa mengelompokkan objek-objek konkrit. Dengan benda-benda nyata atau melihat langsung suatu objek, siswa dapat mengaflikasikan pengalaman belajar dengan gambar-gambar kemudian dapat pula dengan simbol-simbol.






DAFTAR PUSTKA

Allen, L. R. 1967. “An examination of the  lassifica tory ability of children who have            been exposed to one of the ‘new’ elementary science programs.” Ph.D. Thesis,           University of California, Berkeley.
Askham, L. R. 1972. “Classification of plants by children in an outdoor           environment.” Ph.D. Thesis, University of California, Berkeley.
Bruner, J. S. and Kenny, M. J. 1966. Studies in Cognitive Growth. New York, N.Y.:           Wiley.
Bruner, J. S., Goodnow, J. and Austin, G. 1956. A Study Of Thinking. New York,           N.Y.: John Wiley and Sons.
http://www.google.co.id/#hl=en&output=search&sclient=psy-         ab&q=berfikir%2Cpdf&oq=berfikir%2Cp diakses 5 September 2012
Purwanto, N., 1990. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya, Bandung.